Jakarta: Seorang pemimpin dituntut memiliki wawasan dalam menghadapi isu berskala global. Pemimpin jangan hanya berpuas diri dengan standar minimum kemampuan lokal, tapi bisa menargetkan untuk mampu memenuhi standar internasional.
“Dunia semakin menyatu sehingga kita dituntut untuk siap menghadapi berbagai isu berskala global. Sebagai contoh, hari ini kita masih menghadapi persoalan covid-19, yang bukan datang dari kota atau provinsi di negara kita, melainkan dari luar negeri,” kata Wakil Presiden (Wapres) Ma’ruf Amin saat menghadiri secara virtual Wisuda Angkatan II Sekolah Tinggi Ilmu Fiqih Syeikh Nawawi Tanara (STIF Syentra) di Jakarta, Minggu, 6 Februari 2022.
Ma’ruf menegaskan seorang pemimpin sejatinya bisa menyelesaikan berbagai persoalan nyata yang dihadapi masyarakat, bangsa, dan negara. Pengakuan atas keberhasilan ini berasal dari pengakuan pihak lain.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Menurut Ma’ruf, kepribadian seorang pemimpin tidak terbentuk dalam satu malam. Kepribadian perlu ditempa melalui berbagai pengalaman dan pembelajaran.
“Salah satu hal utama yang membedakan antara pemimpin dan pengikut adalah karakter. Sifat pemimpin bukan hanya didapat dengan membaca buku dan jurnal, melainkan juga perlu melewati berbagai proses dalam praktik kehidupan,” papar dia.
Baca: Cegah Pungli, Wapres Dorong Tingkatkan Standar Pelayanan Publik
Kepada wisudawan STIF Syentra, Ma’ruf mengingatkan mereka akan berkompetisi mengisi ruang-ruang profesional di bidang yang membutuhkan kecakapan teknis hukum Islam. Dia meminta para wisudawan dapat berkontribusi nyata dalam upaya memajukan bangsa dan negara, termasuk mengembangkan fikih kontemporer.
“Tunjukkanlah kontribusi nyata saudara-saudara dalam memajukan bangsa dan dunia, utamanya untuk mengembangkan fikih-fikih berwawasan kontemporer di masa depan,” ujar dia.
Wapres juga berpesan agar wisudawan terus membantu mengajak masyarakat tetap menaati protokol kesehatan. Pasalnya, Indonesia sudah mulai masuk gelombang ketiga covid-19.
“Yakinkanlah mereka bahwa protokol kesehatan untuk menjaga keselamatan jiwa, justru selaras dengan syariat agama,” tutur dia.
Dia menyebutkan penanggulangan pandemi covid-19 bukan hanya masalah kesehatan, tetapi masalah agama. Yakni, menjaga jiwa (hifdzun nafs).
“Hifdzun nafs itu menurut para ulama merupakan salah satu tujuan syariah. Salah satu tujuan dari pada tujuan besar syariat Islam. Oleh karena itu, menjaga diri menurut para ulama merupakan suatu kewajiban,” ujar dia.
(AZF)